Powered By Blogger

Minggu, 16 Januari 2011

Sang Ayah dan Si Temon, Belajar Setir Mobil

Kisah ini tentang seorang seorang Ayah yang lagi ngajarin anaknya-Si Temon belajar nyetir mobil.  Inilah percakapan mereka :
Ayah
:
Mon, Temon.  Sekarang kamu sudah duduk di kursi supir.  Mobil ini bapak beli dengan susah payah, jadi hati-hati ya.  Semua gerakan harus dengan perintah dari Ayah dan bila kamu mengalami kesulitan di jalan nanti langsung tanya pada Ayah ya.
Temon
:
Tapi Yah, apa ngga lebih baik kita tidak ke jalan raya dulu.  Kan aku baru dua kali latihan di jalan, itupun di lapangan sepak bola.  Kalau boleh usul sih aku belajar ke sekolah kursus setir saja, kan instrukturnya berpengalaman dan kalo nabrak mereka ikut bertanggung jawab
Ayah
:
Iya sih Mon, idealnya memang kamu harus  mendapat pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dan juga diawasi oleh instruktur yang berpengalaman.  Tapi itu kan perlu biaya, cicilan mobil ini kan belum lunas.  Sudah, kita berdoa aja agar tidak terjadi apa-apa, kalau tidak ke jalan raya sekarang terus kapan kamu mau bisa pinter nyetir.  Waktu Ayah baru nyetir juga kayak kamu, grogi.  Selama ini ayah cuman tiga kali nabrak, itupun ngga sengaja. Yang lainnya sih ditabrak, kayaknya sih tiga kali juga, persisnya tiga dari belakang dan tiga dari samping kiri dan tiga dari samping kanan.
Udah, ngga usah dipikirin, selama ada Ayah kamu tenang saja.  Kalau masalah teknis oper gigi, gas dan kopling kan  sudah Ayah ajarin kemarin, sekarang tinggal membangun mental kamu menghadapi dunia nyata di jalan raya.  Nyetir itu masalah yang gampang, pada prinsipnya arah setir cuman tiga, kalo ngga lurus ya belok kanan dan belok kiri.  Ayo mulai jalan Mon, Ayah banyak kerjaan nih, kita setengah jam saja latihannya. 
Kemudian mulailah mobil itu berjalan pelan-pelan, sampai akhirnya sampai di lampu merah.  Si Temon panik, dilihat Ayahnya lagi nelpon, sepertinya urusan bisnis yang penting.
Temon
:
Yah, Yah, gimana nih.
Ayah
:
Sambil memberi aba-aba, ayahnya berbisik “lurus, lurus”
Untung saja waktu itu dari jalanan lagi sepi dan lebih untung lagi karena lagi tidak ada polisi yang jaga.  Sang Ayah juga tidak sadar kalau sedang lampu merah.  Si Temon deg-degan juga.
Setelah selesai ngobrol lewat telepon, sang Ayah melihat ke arah anaknya dengan wajah bangga...
Ayah
:
Temon, kamu lumayan juga nyetirnya.  Kamu pasti cepat belajar, siapa dulu dong Bapaknya? Ok, kayaknya Ayah ngantuk banget nih, jadi sekarang kita putar balik ke rumah dan Ayah akan tidur sebentar.
Temon
:
Oke Yah, tapi kalau ada apa-apa nanti Temon bangunin ya.....
Beberapa saat berlalu, dengan hati berdebar Temon tetap menyetir lalu telah sampai pada lampu merah di persimpangan jalan.  Tiba-tiba...
Sang Ayah mengigau dengan suara keras “Temon.......oh Temon maafkan Ayahmu Nak.....  Seketika itu sang Ayah terbangun dengan keringat dingin mengalir dikeningya, kemudian......dilihatnya si Temon dan langsung dipeluknya. 
Sang Ayah berkata “ Maafkan Ayah Nak, Nanti di depan kita minggir dulu, biar Ayah yang nyetir”
Hikmah :
  1. Manusia terkadang lalai karena keterbatasannya, sedangkan Allah swt tidak lalai dalam mengawasi kita,  Allah tidak tidur dan tidak pula mengantuk.
  2. Pekerjaan apapun harus dilakukan oleh ahlinya, jika tidak harus ada bimbingan dari ahlinya, jika tidak tunggu kehancurannya.

1 komentar:

  1. jangan salah ambil kesimpulan ya, misalnya " jangan belajar setir mobil"

    BalasHapus